DEFINISI SHOLAT
A. Ta’rif/
definisi Sholat
1.
Ta’rif Shalat, secara lahir
Perkataan shalat dalam pengertian bahasa Arab ialah Do’a
memohon kebajikan dan pujian. Makna Shalat Allah ﷻ
kepada Nabi-Nya bermakna pujian Allah ﷻ
kepada nabi-Nya. Seperti pada firman Allah ﷻ:
Sesungguhnya Allah dan
malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman,
bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.
(memuji akan Nabi) (QS 33: 56)
Sebelum
Islam, orang arab memakai kata shalat dengan arti demikian. dan arti terdapat
juga pada beberapa tempat di dalam Al-Qur’an. Firman Allah ﷻ:
Ambillah zakat dari sebagian harta
mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah
(sholatlah) untuk mereka. Sesungguhnya doa (sholat) kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.(QS 9:103).
Selanjutnya, adapun ta’rif sholat yang dikehendaki
syara’ sebagai nama bagi ibadah yang menjadi tiang Agama Islam, maka para
fuqohaa’ (ahli fiqih) telah ber-isthilah
menetapkan pengertian Shalat, yaitu :
“beberapa ucapan dan beberapa
perbuatan yang dimulao dengan takbir, disudahi dengan salam, yang dengannya
kita beribadat kepada Allah, menurut syarat-syarat yang telah ditentukan”.
Sesungguhnya pendefinisian ini hanya mengenai rupa
sholat saja, belum mengenai hakikat dan ruhnya. Maksudnya adalah ta’rif para
fuqohaa’ ini menggambarkan shalat yang dapat didengan dan dilihat, belum
tentang jiwa dan hakikat sholat.
2.
Ta’rif shalat yang melukiskan haqikatush sholat atau sir atau rupa
bathin sholat.
Ahlul haqiqah menta’rifkan sholat dengan melukiskan
hakikat sholat, yakni:
“berhadap hati/ jiwa kepada Allah,
dengan cara mendatangkan rasa takut kepada-Nya, serta menumbuhkan di dalam jiwa
rasa keagungan kbesaran-Nya dan kesempurnaan kekuasaan-Nya”.
Dalam
riwayat lain:
“hakikat shalat adalah mendhohirkan
hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah, dengan perkataan dan
pekerjaan, atau dengan keduanya”
Dengan mendhohirkan hajat kita, baik dengan
perbuatan ataupun sikap, berarti kita mengharap mendapatkan sesuatu dari yang
kita hajati, yang berarti kita memohon suatu nikmat, atau berharap supaya
tejauhkan dari musibah, kesusahan dan kemelaratan. dengan demikian dapat
dikatakanlah shalat itu adalah do’a.
3.
Ta’rif yang menggambarkan Ruhush Sholat (jiwa sholat)
Ahlul Ma’rifah telah menta’rifkan ruhusshalat dengan
ta’rif yang menggambarkan ruh sholat, yaitu:
“ruh shalat itu, ialah: berharap
kepada Allah ﷻ
dengan sepenuh jiwa dengan segala khusyu’ dihadapanNya, dan berikhlas bagi-Nya,
serta hadir hati dalam berdzikir, berdo’a dan memuji-Nya”.
Untuk mewujudkan hal itu disyari’atkanlah sholat.
Dahulu disyariatkanlah sholat karena tidaklah karena rupanya, namun berdasarkan
ruhnya, oleh karena itu terdapat beberapa perubahan rupa sholat antar nabi,
sedangkan ruh/ jiwa sholat tidaklah berubah. Sampai tiba Rasulullah Muhammad ﷺ sebagai khatamannabiyyun dengan membawa
rupa terakhir dari shalat yang di syari’atkan oleh agama Islam.
4.
Ta’rif yang melengkapi rupa, hakikat dan
jiwa sholat
Ta’rif secara menyeluruh adalah berhadap hati (jiwa)
kepada Allah ﷻ.
Hadap yang mendatangkan takut menumbuhkan rasa kebesaranNya dan kekuasaanNya
dengan sepenuh khusyu’ dan ikhlas di dalam beberapa perkataan dan pebuatan yang
dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam.
Didalam shalat
terdapat tawajjuh (usaha berhadap diri pada Allah) dan do’a (memohon hajat dan
ampunan kepada Allah). oleh karena itu, harus berhati-hati dalam menterjemahkan
sholat, jangan menggunakan terjemahan sholat dengan sembahyang, karena perlu
diketahui bahwa sembahyang berasal dari kata sansekerta yang berarti menyembah
para dewa.
Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi Ash. Prof.
Dr. Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 2000.
0 comments:
Posting Komentar